Jumat, 30 November 2007

Keamanan SI dalam menejemen perusahaan

Tantangan perusahaan-perusahaan saat ini bertambah berat, selain tuntutan untuk mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pelanggan mereka, tingkat persaingannya pun semakin ketat. Munculnya banyak perusahaan baru dan terjadinya berbagai perubahan lingkungan bisnis dan berkembangnya teknologi informasi, telah memberikan dimensi baru yang lebih kompetitif bagi setiap perusahaan yang ingin mempertahankan reputasi mereka dalam dunia bisnis.

Karenanya, tak heran kalau perusahaan-perusahaan semakin dituntut untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan responsif terhadap berbagai perubahan lingkungan persaingannya. Hal itu semua, saat ini, hampir tak mungkin dilakukan tanpa memanfaatkan sistem informasi dan teknologi informasi, termasuk Internet.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut, eBizzAsia mewawancarai Jos Luhukay, praktisi TI dan Ekonomi baru, yang saat ini juga menjabat sebagai President Director LippoBank, pertengahan Februari lalu. Berikut petikannya,

http://www.metrodata.co.id/admin/news/images/ms%20security%20seminar_2.jpg

Dahulu, ada pandangan bahwa perusahaan perlu membuat strategi bisnis lebih dulu baru strategi teknologi. Sekarang, bagaimana?

Pada saat itu, memang ada pandangan di kalangan pakar, utamanya mereka-mereka yang dari kalangan tradisional economist , yang menyatakan bahwa, pertama what you need to do adalah mempunyai strategi bisnis lebih dulu. Dari strategi bisnis, baru kemudian menurunkannya atau menjabarkannya menjadi strategi–strategi lainnya, termasuk strategi pengelolaan SDM, kemudian strategi keuangan dan strategi teknologi.

Namun, konsep itu 10-15 tahun yang lalu, oleh profesor-profesor di Harvard University, antara lain F. Warran McFarlan dan sebagainya itu, sudah dinyatakan bahwa ternyata itu salah. Dia pernah menulis bahwa ”sebelum membuat strategi teknologi, mesti ada strategi bisnis terlebih dulu”. Belakangan, justru dia mengatakan: “Kalau saya bisa bayar, dan saya bisa tarik kembali pernyataan saya itu, saya mau. Saya salah”.

Ternyata, bahwa sejak awalnya teknologi, terutama TI, seharusnya memang sudah dilibatkan dalam pembuatan strategi bisnis, bukan malah sekuensial setelah business strategy, baru teknologinya mau ditaruh dimana. Justru itu harus sudah ada di depan. Mengapa? Karena teknologi bisa membuat satu hal yang business wise tidak strategis, menjadi strategis.

Contohnya seperti apa?

Misalnya, sebuah Bank merencanakan untuk memiliki jaringan dengan pelayanan tersedia di setiap kecamatan. Pada saat mengatakan itu, teknologi sebenarnya sudah muncul. Supaya dia bilang, ”OK, karena dengan teknologi, semua kecamatan bisa dengan cepat memakai, misalnya e-Bangking , ATM, atau POS ( point of sale )”. Itu cepat sekali. Kemudian, teknologi, pada waktu di trigger dengan omongan seperti itu saja, sudah dengan cepat bisa menghasilkan satu solusi bersamaan dengan strategi bisnis tadi.

Bayangkan kalau dibalik. Misalnya, untuk mewujudkannya dia mulai menghitung ongkos untuk membuat kantor kas di setiap kota. Berapa besar biayanya? Nah, itu akan sangat mahal. Kemudian, pilih saja kecamatan–kecamatan yang dekat dengan kota–kota besarnya, baru kemudian tanyakan dengan orang-orang teknologi, bagaimana.

Karenanya, sekarang ini orang-orang TI itu sudah harus ikut dalam board strategy meeting di awal, tidak bisa belakangan. Sekarang ini, mereka ada di posisi belakang. Kebanyakan perusahaan menempatkan mereka di posisi belakangan, sama seperti mesin, sama seperti orang. Padahal, tidak begitu. Karena, kadang–kadang yang tidak fleksibel pun bisa jadi fleksibel. Misalnya, tiba- tiba muncul gagasan yang bisa mengubah sama sekali.

Bagaimana mengelola TI sekarang ini? Bisa dijelaskan?

Yang menarik bagi saya adalah pertumbuhan evolusi, yang dinamakan layanan informasi, di perusahaan. Dulu, ketika di awal-awal, mungkin 20 tahun yang lalu, ada yang namanya “desk mekanisasi”. Bank-bank, yang pertama kali menerapkannya. Desk Mekanisasi itu terkait dengan komputer, jadi disebut mekanisasi. Kemudian, masuk mesin–mesin ”ontelan” yang digunakan untuk menghitung, calculator calculation machine .

Setelah desk mekanisasi, kita kenal istilah EDP ( electronic data processing ), dimana unit ini seringkali diletakkan di bawah bidang finance atau akuntansi. Kemudian, bergerak dari situ, terbentuklah apa yang disebut departemen TI. Itu generasi ketiga.

Pada waktu berkembangnya departemen TI, masuklah berbagai office support , seperti mesin fotokopi, telepon dan lain sebagainya, di samping komputer. Karena dianggap TI, departemen itu juga menguasai PABX, karena PABX juga komputer.

Selanjutnya muncul generasi keempat, yaitu information service department . Kalu sudah information service department , itu menunjukkan bahwa mereka sudah memasuki pola pelaporan. Jadi, pelaporan menjadi tanggung bidang ini. Dulu tidak begitu, melainkan hanya mengoperasikan mesin ”ontelan” itu saja atau komputer. Sekarang tidak, dia bertanggung jawab atas pembuatan laporan.

Generasi berikutnya adalah operation support dan executive (decision) support . Bentuk inilah yang sekarang, itu generasi kelima, atau sudah generasi keenam. Jadi, kalau kita mau mengukur suatu perusahaan itu sudah ada digenerasi ke berapa, tanyakan saja: ”Teknologi, di sini diurus oleh siapa? Oh, departemen TI, ya? Berarti masih di generasi ketiga, ya?”

Dulu waktu namanya desk mekanisasi atau EDP, dalam organisasi dia sederajat Satpam. Jadi, tidak ada direkturnya, paling kepala divisi atau di bawahnya. Tiga atau empat level di bawah direktur utama. Sekarang, tidak ada lagi departemen TI. Komputer, misalnya, sudah diurusi bagian operasi, sedang pelaporan sudah menjadi urusan CEO langsung, sebagai decision support . Jadi, kalau masih ada departemen TI, departemen transportasi, urusan mobil jemputan itu sama saja dengan urusan TI, sederajat. Atau, urusan departemen TI sama dengan urusan Satpam.

Tidak ada komentar: